Langsung ke konten utama

kimia farmasi: antihistamin

Antihistamin

PENDAHULUAN


Anti histamin adalah zat yang digunakan untuk mencegah atau menghambat kerja histamin pada reseptornya. Histamin sendiri berasal  dari bahasa Yunani yaitu histos yang berarti jaringan, adalah autakoid yang berperan penting pada aktivitas organ tubuh baik pada proses yang fisiologis maupun patologis.

Aktivitas blokade histamin pertama kali diketahui pada tahun 1937 oleh Bovet dan Staub pada sebuah rangkaian amin dengan fungsi eter fenolik. Senyawa ini, 2-isopropil-5-metilfenoksietildietilamin, melindungi babi guinea dari berbagai dosis letal histamin, mengantagonisasi spasme berbagai otot polos yang diinduksi oleh histamine, dan menurunkan gejala-gejala renjatan anafilaksis. Obat ini terlalu toksis untuk penggunaan klinis, tetapi pada tahun 1944, Bovet dkk telah memperkenalkan pirilamin maleat yang hingga saat ini masih menjadi salah satu antagonis histamin yang efektif, Goodman and gilman’s selanjutnya diikuti perkembangan antihistamin di Amerika yang bersifat kurang toksik seperti tripelenamin, difenhidramin dan prometazin pada tahun 1945 dan 1946.wilkin
Antara akhir tahun 1980-an hingga 1990, mulai diperkenalkan suatu generasi baru dari antihistamin 1 yang tidak menembus sawar otak untuk mengurangi efek sedasi yang sering mengganggu. Antihistamin golongan ini sering disebut sebagai antihistamin generasi kedua atau antihistamin non-sedasi. Wolverton Terfenadin dan astemizole merupakan antihistamin generasi kedua yang pertama kali dikeluarkan, namun pada beberapa penelitian di Amerika, terfenadin dan astemizol sudah ditarik dari peredaran karena memiliki bahaya interaksi obat yang serius berupa pemanjangan Q-T interval yang berhubungan dengan Torsades de pointes. Dengan adanya efek kardiotoksik itu maka dikembangkan suatu antihistamin yang non-kardiotoksik dan non-sedatif seperti desloratadin, levocetirizin dan fexofenadin Fitzpatrick, Rook’s, Wolverton

Antagonis reseptor H2 pertama kali disintesa tahun 1969. Reseptor H2 terdapat pada pembuluh darah, jantung, kulit dan lambung , sedangkan  reseptor H3 pada manusia diyakini terdapat dalam otak dan paru, tetapi tidak terdapat di kulit. Reseptor histamin intraseluler dan reseptor H4 dilaporkan terdapat pada sel-sel dan jaringan tubuh tetapi tidak terdapat di kulit. Fitzpatrick

Dalam bidang dermatologi, antihistamin secara luas telah digunakan sebagai terapi. Sangatlah penting untuk mengetahui farmakologi antihistamin yang akan diberikan. Pada makalah ini akan dibahas mengenai klasifikasi, farmakologi, efek samping maupun beberapa penggunaan klinis dari antihistamin terutama antihistamin (AH1) baik klasik maupun non sedasi yang sering digunakan diantaranya klorfeniramin, difenhidramin, hidroksizin, loratadin, cetirizin dan fexofenadin. Rook’s, Wilkin, Katzung, Lippincot, Wolverton

HISTAMIN

Histamin merupakan amine aktif  yang ditemukan di jaringan, mempunyai efek fisiologis dan patologis yang kompleks, bekerja pada reseptor tertentu, dan biasanya dilepas secara lokal. Histamin mulai disintesa pada tahun 1907 dari isolasi jaringan mamalia, dan merupakan mediator penting untuk reaksi alergi cepat dan reaksi inflamasi dalam tubuh manusia. Disamping itu histamin juga memiliki peran penting dalam sekresi asam lambung, dan dapat juga berfugsi sebagai neurotransmiter (neuroendocrin, regulasi kariovaskuler), serta berperan dalam kemotaksis sel darah putih.

Mekanisme pelepasan histamin, dapat melalui dua cara :
1.      Secara imunologik, dimana sel mast dan basofil disensitisasi oleh Ig E, lalu menempel pada membran sel. Ketika terpapar antigen, histamin mengalami degranulasi sehingga muncul gejala alergi (reaksi hipersensitif tipe I)
2.       Secara mekanik dan kimia, dimana terjadi trauma meknik dan trauma kimia sehingga merangsan kerja sel mast

Histamin berikatan dengan reseptor spesifik di membran sel :
H1          : Otot polos, endotel, otak
H2          : Mukosa  gaster, otot jantung, sel mast, otak
H3          : Presinap otak-dan plexus myentericus
H4          : Eosinofil, neutrofil, CD4 Tcell

Efek histamin terhadap sistem organ dan jaringan
1.       Sistem saraf
Stimulan kuat bagi saraf tepi terutama mediator nyeri dan gatal (respon urtika, reaksi tergadap gigitan serangga. Penggunaan histamin topikal dengan dosis tinggi dapat mendepolarisasi saraf aferen.
2.     Sistem kardiovaskuler
Menurunkan sistole dan diastole (pengaruh vasodilatasi pada kapiler), meningkatkan frekuensi jantung (Stimulasi kontraktilitas dan pacemaker terhadap jantung da refleks takikardi), Vasodilatasi memberikan gejala klinis eritem, hangat, dan nyeri kepala).
3.       Otot polos bronkus untuk bronkokonstriksi
4.       Otot polos gastrointestinal, untuk kontraksi otot intestinal (dosis tinggi dapat menyebabkan diare.
5.       Otot polos organ lainnya, terhadap otot mata, dan saluran urogenital
6.       Jaringan Sekretory, terutama reseptor H2
Meningkatkan sekresi asam lambung dan pepsin.
7.       Berperan dalam respon nyeri di SSP
        Sebagai analgesik (seperti : Berimamida dan Impogran)
Fungsi Klinis dari Histamin adalah :
·        Tes Fungsi Paru
·        Aerosol histamin digunakan untuk tes hiperaktivitas bronchial
    Efek samping dari penggunaan histamin adalah flushing, hipotensi, takikardi, nyeri kepala, urtika, bronkokonstriksi, dan gangguan Gastrointestinal. Hal tersebut menyebabkan histamin dikontraindikasikan pada Asma, Ulkus Peptikum, dan Perdarahan Usus.

ANTAGONIS HISTAMIN

Efek pelepasan histamin pada tubuh dapat dikurangi dengan beberapa cara :
1.       Antagonis Fisiologis
        Epinefrin, berlawanan kerja dengan histamin pada otot polos, namun reseptornya berbeda
2.       Pelepasan Inhibitor
·        Reduksi degranulasi sel mast (pada reaksi hipersensitivitas)
                Contoh : Cromolyn + Nedocromyl sebagai obat Asma
·        Agonist β2 adrenoceptor
3.       Antagonis Reseptor Histamin (Anti Histamin), bekerja secara kompetitif memblokade histamin pada reseptor histamin.

Klasifikasi dan Rumus Bangun

Antihistamin (AH) dapat dibedakan berdasarkan reseptornya dalam tubuh yaitu Antihistamin tipe 1 (AH 1), tipe 2 (AH 2), tipe 3 (AH 3), dan tipe 4 (AH 4). Namun hingga saat ini yang berkembang masih Antihistamin tipe 1 (AH 1) dan Antihistamin tipe 2 (AH 2). Antihistamin tipe 2 (AH 2) umumnya digunakan sebagai terapi gangguan gastrointestinal, sementara untuk kelainan kulit umumnya digunakan Antihistamin tipe 1 (AH 1).
AH1 dibedakan berdasarkan penemuannya dalam 2 kelompok atas dasar kerjanya terhadap SSP menjadi  generasi I dan II. AH1  generasi 1 lebih memiliki kemampuan sedativa daripada AH 1 generasi 2, karena sifat AH generasi 1 yang lebih lipid soluable, sehingga mudah masuk ke CNS dan memblokade reseptor otonom,sementara AH1 generasi 2 kurang lipid soluable sehingga sulit menembus CNS.

1) Antagonis H1
Sering disebut juga antihistamin klasik, adalah senyawa yang dalam kadar rendah dapat menghambat secara bersaing kerja histamine pada jaringan yang mengandung reseptor H1. Digunakan untuk ; alergi, antiemetic, antimabuk, antiparkinson, antibatuk, sedative, antipsikotik, dan anastesi setempat.
Hubungan struktur dan aktifitas antagonis H1
a) Gugus aril yang bersifat lipofil kemungkinan membentuk ikatan hidrofob dengan ikatan reseptor H1.
b) Secara umum untuk mencapai aktivitas optimal, atom pada N pada ujung amin tersier.
c) Kuartenerisasi dari nitrogen rantai samping tidak selalu menghasilkan senyawa yang kurang efektif.
d) Rantai alkil antara atom X dan N mempunyai aktifitas antihistamin optimal bila jumlah atom C = 2 dan jarak antara pusat cincin aromatic dan N alifatik = 5 -6 A
e) Factor sterik juga mempengaruhi aktifitas antagonis H1
f) Efek antihistamin akan maksimal jika kedua cincin aromatic pada struktur difenhidramin tidak terletak pada bidang yang sama

Mekanisme kerja:
Antihistamin tipe H1 bekerja dengan cara competitif inhibitor terhadap histamin pada reseptor jaringan, sehingga mencegah histamin berikatan serta mengaktivasi reseptornya. (Fitzpatrick, Wolverton, Katzung Arndt) Ikatannya reversibel dan dapat digantikan oleh histamin dalam kadar yang tinggi. (Fitzpatrick, Katzung). Dengan menghambat kerja dari histamin, terjadi berbagai pengaruh yang ditimbulkan antihistamin, yaitu menghambat peningkatan permeabilitas kapiler dan edema yang disebabkan oleh histamin serta menghambat vasokonstriksi. Obat ini lebih efektif jika diberikan sebelum pelepasan histamin. Pada pemberian awal, antihistamin dapat  mencegah edema dan pruritus  selama reaksi hipersensitivitas, sehingga banyak keuntungan yang didapat jika digunakan untuk pencegahan urtikaria kronik idiopatik.Wilkin Antihistamin tipe H1 klasik ini juga memiliki  aktivitas antikolinergik, efek anestesi lokal,  antiemetik, dan anti mabuk perjalanan.(Fitzpatrick, Goodman and Gillman) Beberapa antihistamin tipe H1 mempunyai kemampuan untuk menghambat reseptor α-adrenergik atau reseptor muskarinik kolinergik, sedangkan obat lain mempunyai efek antiserotonin. (Fitzpatrick)

Farmakologi
Setelah pemberian secara oral, antihistamin akan diabsorbsi dengan baik dalam saluran cerna. Efeknya dapat terlihat dalam 30 menit, mencapai konsentrasi puncak plasma dalam 1-2 jam, dan dapat bertahan 4-6 jam, dan beberapa obat lainnya dapat bertahan lebih lama.(Fitzpatrick, Goodman and Gillman, Katzung, Wolverton, Lippincot) Antihistamin tipe H1 dimetabolisme oleh sistem enzim sitokrom hepar P450 (CYP) CYP3S4, dikonjugasi membentuk glukuronida dan hampir seluruhnya diekskresikan ke urin setelah 24 jam pemberian. (Fitzpatrick)

Kegunaan klinis
Antihistamin tipe H1 generasi I digunakan untuk menghilangkan pruritus, pengobatan urtikaria akut, urtikaria kronis, angioedema dan reaksi alergi kulit lainnya temasuk reaksi obat. (Fitzpatrick, Wilkin) Apabila salah satu dari kelompok antihistamin tipe H1 tidak efektif, maka dapat diganti dengan obat dari kelompok yang lain. (Fitzpatrick)
Antihistamin tipe H1 digunakan untuk terapi pruritus pada penderita dermatitis atopik. Efeknya berhubungan dengan menekan ansietas dan sedasinya. Pruritus yang disebabkan hal lain, seperti dermatitis kontak alergi dan bentuk lain dermatitis, liken planus, gigitan nyamuk dan pruritus yang terjadi sekunder karena penyakit lain atau yang bersifat idiopatik, juga dapat dihilangkan dengan penggunaan antihistamin tipe H1. (Fitzpatrick)
Kontraindikasi pemberian obat ini adalah pada bayi baru lahir atau bayi prematur, kehamilan, ibu menyusui, glaukoma sudut sempit, retensi urin, dan asma. (Wilkin)
Panduan penggunaan antihistamin tipe H1 wanita hamil terbatas. Sebagian besar antihistamin tipe H1 pada wanita hamil oleh United States of Food and Drug Administration (FDA) digolongkan sebagai kategori B atau C. (Fitzpatrick)

Efek samping:
Sifat lipofilik dari antihistamin AH1 klasik menyebabkan distribusi jaringan yang luas dan dapat melewati sawar darah otak, plasenta dan air susu ibu,  (Wilkin) karena itu dapat memberikan efek pada:
·        Sistem saraf pusat
Komplikasi tersering pada orang dewasa adalah depresi SSP, sedasi dan pusing. Pada anak-anak dan orang tua  dapat terjadi: kecemasan, iritabilitas, insomia, tremor dan mimpi buruk. Bangkitan dapat terjadi, walaupun jarang. Pernah dilaporkan terjadinya diskinesia wajah dan mulut pada penggunaan kombinasi antihistamin-dekongestan. (Fitzpatrck, Katzung, Wolverton Simon and Simon, Wilkin, Goodman and Gilman)
·        Gastrointestinal
Dapat terjadi mual, muntah, anoreksia, konstipasi dan diare. (Fitzpatrick, Wolverton, Wilkin, Goodman and Gilman)
·        Jantung
Takikardia, disritmia, hipotensi yang bersifat sementara (Wolverton, Fitzpatrick)
·        Genitourinaria
Disuria, disfungsi ereksi, retensi urin (Wolverton, Simon and Simon, Arndt)
·        Darah
Klorfeniramin dapat menebabkan pansitopenia, agranulositosis, trombositopenia, leukopenia dan anemia aplastik. (Wilkin, Fitzpatrick, Goodman and Gilman)
·        Kulit
Reaksi kulit yang dapat terjadi berupa dermatitis, petekie, fixed drug eruption dan fotosensitif. (Fitzpatrick)
·        Efek samping lainnya
Terdapat efek samping antikolinergik yang dapat berupa muka merah, dilatasi pupil, hipertermia kekeringan pada membran mukosa dan penglihatan yang buram. (Fitzpatrick, Arndt, Goodman and Gilman)
 Antihistamin lainnya seperti ciproheptadin dapat menyebabkan peningkatan berat badan (Wilkin)

Interaksi obat
Efek depresi SSP akan semakin meningkat apabila antihistamin tipe H1 diminum bersamaan dengan alkohol atau obat lain yang bersifat depresif terhadap SSP seperti diazepam. Antihistamin kelompok fenotiazin menghambat dan sebaliknya epinefrin mempunyai efek vasosupresi. Kontra indikasi pemberian antihistamin tipe H1 adalah penderita yang mendapat inhibitor monoamine oksidase, seperti isokarboksazid, nialamid, moklobemid, ranilsipromin, fenelzim(Fitzpatrick)

a. Turunan eter amino alkil
Rumus : Ar(Ar-CH2) CH-O-CH2-CH2-N(CH3)2
 Turunan etanolamin ( X= O)
Obat golongan ini memiliki daya kerja seperti atropin (antikolinergik) dan bekerja serhadap SSP (sedative). Antihistamin golongan ini antara lain difenhidramin, dimenhidrinat, klorfenoksamin, karbinoksamin, dan feniltoloksamin.
Hubungan struktur dan aktifitas
1. Pemasukan gugus Cl, Br dan OCH3 pada posisi pada cincin aromatic akan meningkatkan aktivitas dan menurunkan efek samping.
2. Pemasukan gugus CH3 pada posisi p-cincin aromatic juga dapat meningkatkan aktivitas tetapi pemasukan pada posisi o- akan menghilangkan efek antagonis H1 dan akan meningkatkan aktifitas antikolinergik
3. Senyawa turunan eter aminoalkil mempunyai aktivitas antikolinergik yang cukup bermakna karena mempunyai struktur mirip dengan eter aminoalkohol, suatu senyawa pemblok kolinergik.

Hubungan struktur antagonis H1 turunan ester aminoalkohol
1. Difenhidramin HCl, merupakan antihistamin kuat yang mempunyai efek sedative dan antikolonergik
2. Dimenhidrinat, adalah garam yang terbentuk dari difenhidramin dan 8-kloroteofilin.
3. Karbinoksamin maleat, mengandung satu atom C asimetrik yang mengikat 2 cincin aromatik.
4. Klemasetin fumarat, merupakan antagonis H1 kuat dengan masa kerja panjang.
5. Pipirinhidrinat
Difenhidramin
                Difenhidramin adalah derivat etanolamin yang sering digunakan dalam praktek sehari-hari, diabsorbsi dengan baik setelah pemberian per oral. Obat ini mengalami metabolisme pertama di hati, dan hanya 40%-60%  dari dosis pemberian yang mencapai sirkulasi sistemik, didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh, termasuk sistem saraf pusat. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu kurang lebih 1-5 jam dan bertahan selama 2 jam. Waktu paruh bervariasi dari 2,4 sampai 10 jam. (Goodman and Gillman, Murphy)
Difenhidramin tidak dapat diberikan secara subkutan, intradermal atau perivaskular karena sifatnya yang iritatif dan dapat menyebabkan nekrosis setempat pada pemberian secara subkutan dan intradermal. Difenhidramin  tidak dapat menembus jaringan kulit yang intak pada pemberian secara topikal, bahkan dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas. (Murphy)
Dosis pemberian adalah 25 mg-50 mg per oral, dosis maksimal 300 mg/hari, dengan lama kerja 4-6 jam. (Arndt, Goodman and Gilman) Pemberian 100 mg atau lebih dapat menyebabkan hipertensi, takikardia, perubahan gelombang T dan pemendekan dari diastole. (Arndt)
Sediaan :
-         Difenhidramin kapsul 25 dan 50 mg (Arndt)
-         Difenhidramin elixir (12,5 mg/5 ml): 120 cc, 480 cc (Arndt)
-         Difenhiramin injeksi (50 mg/ml) : 1 ml ampul
-         Difenhidramin spray : 60 ml (Arndt)

b. Turunan etilendiamin
Rumus umum ; Ar(Ar’)N-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antagonis H1 dengan keefektifan yang cukup tinggi, meskipun penekan system saraf dan iritasi lambung cukup besar.
Turunan etilendiamin (X= N)
Obat golongan ini umumnya memiliki daya sedativ lemah. Antihistamin golongan ini antara lain antazolin, tripenelamin, klemizol , dan mepirin.Hubungan struktur antagonis H1 turunan etilen diamin
1. Tripelnamain HCl, mempunyaiefek antihistamin sebanding dengan dufenhidramin dengan efek samping lebih rendah.
2. Antazolin HCl, mempunyai aktivitas antihistamin lebih rendah dibanding turuan etilendiamin lain.
3. Mebhidrolin nafadisilat, strukturnya mengandung rantai samping amiopropil dalam system heterosiklik karbolin dan bersifat kaku.

c. Turunan alkil amin
Rumus umum ; Ar (Ar’)CH-CH2-CH2-N(CH3)2
Merupakan antihistamin dengan indeks terapetik cukup baik dengan efek samping dan toksisitasnya sangat rendah.
  Turunan propilamin (X = C)
Obat golongan ini memiliki daya antihistamin yang kuat. Antihistamin golongan ini antara lain feniramin, khlorpheniramin, brompheniramin, dan tripolidin.
Hubungan struktur antagonis H1 dengan turunan alkil amin
1. Feniramin maleat, merupakan turunan alkil amin yang memunyai efek antihistamin H1 terendah.
2. CTM, merupakan antihistamin H1 yang popular dan banyak digunakan dalam sediaan kombinasi.
3. Dimetinden maleat, aktif dalam bentuk isomer levsasama
Klorfeniramin
                Klorfeniramin merupakan antihistamin sedatif dari golongan  alkilamin yang paling poten dan stabil. Setelah pemberian dosis tunggal per oral, klorfeniramin diabsorbsi dengan baik dan cepat pada saluran pencernaan, mencapai kadar puncak plasma dalam waktu 30-60 menit, melalui metabolisme pertama di hati dan di mukosa saluran pencernaan selama proses absorbsi, kemudian didistribusikan secara luas ke seluruh tubuh termasuk susunan saraf pusat.(Jalbani, Murphy). Sebanyak 50% dari dosis yang diberikan diekskresikan terutama melalui urin dalam waktu 12 jam dalam bentuk asal dan metabolitnya.  (Murphy)
Lama kerja dari klorfeniramin adalah 4-6 jam.(Goodman and Gilman) Dosis yang diberikan 4-6 mg peroral dapat diberikan 3-4x/hari, dengan dosis maksimal 24 mg per hari baik pada anak-anak dan dewasa. (Arndt)
Sediaan:
-          Klorfeniramin elixir, 2 mg/5ml: 120 ml, 480 ml (Arndt)
-          Klorfeniramin tablet 2 mg dan 4 mg (Arndt)
-          Klorfeniramin retarded tablet 8 mg dan 12 mg (Arndt)

d. Turunan piperazin
Turunan ini memunyai efek antihistamin sedang dengan awal kerja lambat dan masa kerjanya relativ panjang
  Turunan piperazin
Obat golongan ini umumnya memiliki efek  long acting. Antihistamin golongan ini antara lain siklizin, meklozin, homoklorsiklizin, sinarizin, dan flunarizin.

Hubungan struktur antagonis H1 turunan piperazin
1. Homoklorsiklizin, mempunyai spectrum kerja luas, merupakan antagonis yang kuat terhadap histamine serta dapat memblok kerja bradkinin dan SRS-a
2. Hidroksizin, dapat menekan aktivitas tertntu subkortikal system saraf pusat.
3. Oksatomid, merupakan antialergi baru yang efektif terhadap berbagai reaksi alerhi, mekanismenya menekan pengeluaran mediator kimia dari sel mast, sehingga dapat menghambat efeknya.
Hidroksizin
                Hidroksizin merupakan derivat dari piperazin, sering digunakan sebagai transquilizer, sedatif, antipruritus  dan antiemetik. Kadar  plasma biasanya dicapai dalam 2-3 jam setelah pemberian per oral, dengan waktu paruh  6 jam kemudian diekskresikan ke dalam urin. (Murphy)Hidroksizin merupakan obat pilihan untuk pengobatan dermatografisme dan urtikaria kolinergik, dapat digunakan sendirian ataupun kombinasi dengan antihistamin lainnya untuk manajemen pengobatan urtikaria kronis, urtikaria akut, dermatitis kontak, dermatitis atopik dan pruritus yang diinduksi oleh histamin. Lama kerja dari obat ini adalah 6-24 jam dengan dosis pemberian 10 mg sampai 50 mg peroral, setiap 4 jam.(Arndt)
Sediaan:
-         Hidroksizin tablet 10 mg, 25 mg, 50 mg dan 100 mg (Arndt)
-         Hiroksizin injeksi 25 mg/ml, 50 mg/ml (Arndt)
-         Hidroksizin sirup 10 mg/5ml: 240 ml, 480 ml(Arndt)

e. Turunan fenotiazin
Selain mempunyai efek antihistamin, golongan ini juga mempunyai aktivitas tranquilizer, serta dapat mengadakan potensiasi dengan obat analgesic dan sedativ.
  Turunan fenotizin
Obat golongan ini memiliki efek antihistamin dan antikolinergik yang tidak begitu kuat, tetapi memiliki daya neuroleptik kuat sehingga digunakan pada keadaan psikosis. Selain itu juga memiliki efek meredakan batuk, maka sering dipakai untuk kombinasi obat batuk. Atihistamin golongan ini antara lain prometazin, tiazinamidum, oksomemazin, dan metdilazin.

Hubugan struktur antagonis H1 turunan fenontiazin
1. Prometazin, merupakan antihistamin H1 dengan aktivitas cukupan dengan masa kerja panjang.
2. Metdilazin
3. Mekuitazin. Antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja panjang dan digunakan untuk memperbaiki gejala alergi
4. Oksomemazin, mekanismenya sama seperti mekuitazin
5. Pizotifen hydrogen fumarat, sering digunakan sebagai perangsang nafsu makan.

SUMBER :
Soter NA. Antihistamines. Dalam: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,Goldsmith LA, Katz SI, penyunting. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. Edisike-6. New York: McGraw-Hill Incorporation; 2003.h.2420-6.
Greaves MW. Antihistamines. Dalam: Wolverthon SE, penyunting. Comprehensivedermatologic drug therapy. Edisi ke-1. New York: W.B. Saunders Company; 2001.h.360-74.
Del Rosso JQ. Antihistamines. Dalam: Wolverthon SE, Wilkin JK, penyunting. Systemicdrugs for skin diseases. Edisi ke-1. Philadelphia: WB Saunders Company; 1991.h.285-321.
Arndt KA, Bowers KE. Manual of dermatologic therapeutics with essentials of diagnosis.Edisi ke-6. Philadelphia: WB Saunders Company; 2002.h.294-303.5.
Brown JN, Roberts LJ. Histamines, bradykinin, and their antagonists. Dalam: Wonsiewicz MJ, Morris JM, penyunting. Goodman & Gillman’s the pharmacological basis of therapeutics. Edisi ke-6. New York: Mc Graw-Hill Publisher; 2001.h.645-67.
Katzung GB, Julius DJ. Histamine, serotonin, and the ergot alkaloids. Dalam: KatzungBG, penyunting. Basic and clinical pharmacology. Edisi ke-6. San Fransisco: Prentice-Hall International Incorporation; 1995.h.265-91.
Mycek MJ, Harvey RA, Champe PC. Pharmacology, autacoids and autacoid antagonists.Edisi ke-2. Philadelphia: Lippincott; 2000.h.419-27.
Greaves MW. Antihistamines in dermatology (diakses tanggal 24 Maret 2006). NationalSkin Centre, Singapore. Tersedia dari:URL:http://www.karger.com.spp.
Simons FER, Simons KJ. The pharmacology and use of H-1 receptor antagonist drugs.The new England journal of medicine 1994;330:1-17
Siswanto, 2000. Kimia Medisinal jilid 2, Jakarta : Airlangga

Pertanyaan:
1.Apakah mekanisme kerja obat antihistamin AH1 selalu sama?
2. Apa saja reseptor yang dipengaruhi oleh kerja antihistamin?
3. Apa saja obat yang tergolong etilendiamin dan pirenzepin?
4. Bagaimana cara meningkatkan aktivitas obat antihistamin?
5. Bagaimana cara mengurangi efek samping dari obat antihistamin?



Komentar

  1. hai dika, saya mau ajak diskusi pertanyaan no 1
    menurut saya, kayaknya kerja antagonis H1 ngga selalu sama deh pada setiap obat, gimana menurut dika?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ka juga sependapat dengan cindra.
      Beberapa antihistamin tipe H1 mempunyai kemampuan untuk menghambat reseptor α-adrenergik atau reseptor muskarinik kolinergik, sedangkan obat lain mempunyai efek antiserotonin. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak semua obat antihistamin AH1 memiliki kerja yang persis sama.

      Hapus
  2. saya ingin berdiskusi trkait pertanyaan nmr 2

    mnrt artikel yg saya baca bahwa Reseptor histamin dibagi menjadi histamin 1 (H1), histamin 2 (H2) dan histamin 3 (H3).

    BalasHapus
    Balasan
    1. Memang beberapa artikel menyebutkan bahwa reseptor histamin ada 3 yaitu H1, H2, H3.

      Berdasarkan data dari National Center for Biotechnology Information atau bisa disingkat NCBI, saat ini terdapat reseptor histamin H4 yang dijumpai pada sel-sel inflammatory (eusinofil, neutrofil, mononukleosit). diduga terlibat dalam alergi bersinergi dengan reseptor H1

      Masih merupakan target baru obat anti inflamasi alergi karena dengan penghambatan reseptor H4 maka dapat mengobati alergi dan asma (sama dengan reseptor H1).

      Hapus
    2. Menurut artikel yang saya baca
      1. Reseptor H1
      Paling banyak berperan dalam alergi namun bisa juga vasodilatasi dan bronkokonstriksi (asma)
      Lokasi: Terdapat di otak, bronkus, gastrointestinal tract, genitourinary system, sistem kardiovaskuler, adrenal medula, sel endotelial
      2. Reseptor H2
      Berlokasi di sel parietal lambung yang berperan dalam sekresi asam lambung
      3. Reseptor H3
      Terdapat di sistem syaraf, mengatur produksi dan pelepasan histamin pada susunan saraf pusat.
      4. Reseptor H4
      Dijumpai pada sel-sel inflammatory (eusinofil, neutrofil, mononukleosit). diduga terlibat dalam alergi bersinergi dengan reseptor H1

      Hapus
  3. saya akan mnjwb pertanyaan nmr 3 bhwa contoh obat etilendiamin yaitu aminofilin dan contoh obat pirenzepine adalah gaztrozepine

    BalasHapus
    Balasan
    1. contoh lain dari obat etilen diamin yaitu antazolin, tripenelamin dan obat pirenzepine yaitu flunarizin , sinarizin

      Hapus
  4. saya akan mncoba mnjwab pertanyaan nmr 5 mnrt saya utk mengurangi efek smping antihistamin bs di lakukan non farmakologis seperti istirahat yg cukup , olhrga dan pola makan yg sehat

    BalasHapus
    Balasan
    1. Selain itu menurut saya, pengurangan efek samping obat dapat dilakukan dengan cara menemukan farmakofor dari obat tersebut dan mengurangi efek samping obat tersebut tanpa menghilangkan indikasi obat tsb

      Hapus
    2. Selain terapi non farmakologis seperti yang ana jelaskan, memang ada hal lain yang dapat dilakukan untuk meminimalisir efek samping. Namun butuh waktu penelitian lama.
      Dengan menentukan famakofor suatu obat, kita bisa modifikasi struktur kimia obat, baik menubah ukuran, subsitusi gugus, atau mengubah stereokimianya. Sehingga kita dapat memprediksi obat yang memiliki aktivitas paling baik dengan resiko efek samping lebih minimum.

      Hapus
    3. menurut saya, bisa digunakan kombinasi obat untuk menutupi efek samping dari salah satu obat sebelum ditemukannya obat baru yang minim efek sampingnya

      Hapus
    4. menurut saya untuk mengurangi efek samping dari antihistamin ini dapat dilakukan disain obat baru untuk mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh obat

      Hapus
    5. menambahkan dimana menggunakan Antihistamin Dengan Benar
      Ikuti anjuran dokter dan baca informasi yang tertera pada kemasan obat antihistamin sebelum menggunakannya.

      Pastikan ada jarak waktu yang cukup antara satu dosis dengan dosis berikutnya. Usahakan untuk menggunakan obat antihistamin pada jam yang sama tiap hari untuk memaksimalkan efeknya.

      Bagi pasien yang lupa menggunakan obat antihistamin, disarankan segera melakukannya jika jadwal dosis berikutnya tidak terlalu dekat. Jangan menggandakan dosis obat antihistamin pada jadwal berikutnya untuk mengganti dosis yang terlewat.

      Hapus
    6. saya setuju dengan jawaban suci, penggunaan antihistamin jarak waktunya harus sesuai dengan yang telah dianjurkan karena jika lebih cepat daripada yang telah dianjurkan akan menyebabkan efek toksik

      Hapus
    7. untuk meminimalisir efek sebaiknya diminum dengan anjuran dokter

      Hapus
    8. ya benar sekali untuk mengurangi efek samping dapat diminum obatnya dengan yang di anjurkan oleh dokter

      Hapus
  5. obat yang tergolong etilendiamin : fenbenzamin

    BalasHapus
  6. Pertanyaan no.1
    Obat yang disebut sebagai antihistamin (senyawa etilamin) adalah obat yang mengantagonis histamin pada reseptor H1, sehingga disebut juga antagonis reseptor H1. Secara farmakologis, antihistamin dikatakan bekerja secara antagonis kompetitif yang reversibel pada reseptor H1 sehingga dapat menghambat kerja histamin pada reseptor tersebut, tetapi tidak memblok pelepasan histamin. Secara kimiawi, antihistamin terdiri atas beberapa kelompok persenyawaan kimia yang berbeda dan secara garis besar dibagi atas 2 grup, yaitu :

    Generasi I : etolamin (difenhidramin, klemastin, karbinoksamin, doksilamin, dan dimenhidrinat), etilendiamin (pirilamin, tripelenamin, antazolin, dan mepiramin), alkilamin (klorfeniramin dan bromfeniramin), piperazin (hidroksizin, siklizin, dan meklizin), dan fenotiazin (prometazin, mekuitazin, dan trimeprazin).
    Generasi II : alkilamin (akrivastin), piperazin (setirizin), piperidin (astemizol, levokabastin, loratadin, terfenadin, dan fleksofenadi) dan lainnya, yaitu siproheptadin.

    Generasi golongan II disebut juga antihistamin nonsedasi karena obat-obat ini tidak menembus sawar-darah otak, kecuali siproheptadin. Selain itu, obat generasi golongan II tidak mempunyai aktivitas muskarinik.

    BalasHapus
  7. Pertanyaan no 1. Menurut saya mekanisme kerja dari obat-obatan AH1 secara umum sama yaitu dengan cara menghambat sekresi histamin melalui ikatan antara zat aktif obat dengan reseptor H1.

    BalasHapus
  8. 1. menurut saya mekanisme kerjaobat golongan AH1 sama, yaitu Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction).

    BalasHapus
  9. 4. dengan memodifikasi farmakofornya

    BalasHapus
  10. 5. dilakukan dengan memodifikasi bentuk farmakofornya

    BalasHapus
  11. untuk jawaban nmr 5 saya ingin menambahkan bahwa untuk mengurangi efek samping yaitu dengan cara menggunakan obat secara benar dan sesuai aturan pakai obat

    BalasHapus
  12. saya akan mencoba mnjwb no 5 utk mengurangi efek smping antihistamin bs di lakukan non farmakologis seperti istirahat yg cukup , olhrga dan pola makan yg sehat dan bisa juga dengan menentukan farmakofor sehingga bisa mengurangi dosisnya.

    BalasHapus
  13. no 2 : reseptor H1, reseptor H2, dan reseptor H3

    BalasHapus
  14. no 3
    Antihistamin golongan ini antara lain antazolin, tripenelamin, klemizol , dan mepirin.

    BalasHapus
  15. untuk jawaban nomor 3. etilendiamin adalah fenbenzamin dan pirenzepine adalah gaztrozepine

    BalasHapus
  16. Utk prtanyaan no 1, jelas sama ya dika.. Obat yg bkrja pd AH1 mekanisme kerjanya pasti sama dg cara berikatan pd reseptor H1, jk dia gol AH2 mka akan brikatan od reseptor H2. Bgtu seterusnya...

    BalasHapus
  17. Saya akan menjawab pertanyaan nmor 1.
    menurut saya mekanisme kerjaobat golongan AH1 sama, yaitu Mengantagonir histamin dengan jalan memblok reseptor-H1 di otot licin dari dinding pembuluh,bronchi dan saluran cerna,kandung kemih dan rahim. Begitu pula melawan efek histamine di kapiler dan ujung saraf (gatal, flare reaction).

    BalasHapus
  18. saya akan mncoba menjawab pertanyaan nomor 5 menurut saya untuk mengurangi efek samping antihistamin bisa di lakukan non farmakologis seperti istirahat yang cukup , olahraga dan pola makan yang sehat

    BalasHapus
  19. 2. Apa saja reseptor yang dipengaruhi oleh kerja antihistamin?
    Jawab:
    Reseptor H1, H2 dan H3. Dimana untuk Reseptor H1 berperan dalam alergi.
    Lokasi: Terdapat di otak, bronkus, gastrointestinal tract, genitourinary system, sistem kardiovaskuler, adrenal medula, sel endotelial. Reseptor H2
    Berlokasi di sel parietal lambung yang berperan dalam sekresi asam lambung. Reseptor H3 trrdapat di sistem syaraf, mengatur produksi dan pelepasan histamin pada susunan saraf pusat.

    BalasHapus
  20. saya akan mencoba menjawab soal no. 1
    Menurut Suswandono dan Bambang (2008), Antagonis-H1 bekerja dalam kadar rendah dapat menghambat secara bersaing kerja histamin pada jaringan yang mengandung reseptor H1. Diklinik digunakan untuk mengurangi gejala alergi karena musim atau cuaca, misalnya radang selaput lendir hidung, bersin, gatal pada mata, hidung dan tenggorokan, dan gejala alergi pada kulit, seperti pruriti untikaria, ekzem dan dormatitis.

    Beberapa antihistamin tipe H1 mempunyai kemampuan untuk menghambat reseptor α-adrenergik atau reseptor muskarinik kolinergik, sedangkan obat lain mempunyai efek antiserotonin. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak semua obat antihistamin AH1 memiliki kerja yang persis sama.

    BalasHapus
  21. 3. obat yang tergolong etilendiamin dan pirenzepin?
    1.GOLONGAN ANTIMIKROBA
    AMOKSISILIN, KOMPONEN BISMUTH,
    KLARITROMISIN, METRONIDAZOL, TETRASIKLIN

    2.GOLONGAN PENETRALISIR ASAM LAMBUNG (Antasida)
    ALUMUNIUM HIDROKSIDA, KALSIUM HIDROKSIDA
    MAGNESIUM HIDROKSIDA, NATRIUM BIKARBONAT

    3.GOLONGAN PELINDUNG MUKOSA
    BISMUTH KOLOIDAL, SUKRALFAT, FUCOIDAN (BARU).

    4.MEMPENGARUHI SEKRESI ASAM LAMBUNG
    a)GOL. INHIBITOR RESEPTOR H2 HISTAMIN
    contoh : SIMETIDIN, FAMOTIDIN, RANITIDIN, NIZATIDIN.
    b)GOL. PROSTAGLANDIN
    contoh : MISOPROSTOL
    c)GOL. INHIBITOR POMPA PROTON
    contoh : LANSOPRAZOL, OMEPRAZOL
    d)GOL. ANTI MUSKARINIK
    contoh : HIOSCIAMIN, MEPENZOLAT, PIRENZEPIN

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

kimia farmasi :farmakofor

Farmakofor Definisi resmi dari IUPAC, 1998: "Farmakofor adalah sekumpulan fitur sterik dan elektronik yang penting untuk menjamin interaksi supramolekular yang optimal dengan struktur target biologis yang spesifik  dan untuk memicu (atau menghambat respons biologisnya". Farmakofor sendiri tidak mewakili molekul ataupun gugus fungsi, tetapi lebih pada konsep abstrak pada kapasitas interaksi molekuler. Farmakofor merupakan deskripsi abstrak dari fitur molekul yang penting untuk rekognisi molekul ligan berdasarkan fungsi makromolekul biologisnya. Farmakofor tidak merepresentasikan kondisi nyata molekul atau asosiasi gugus fungsional secara nyata, namun merupakan konsep abstrak yang berhubungan dengan kapasitas interaksi molekuler secara umum dari kelompok senyawa berkaitan dengan struktur targetnya. Farmakofor dapat didefinisikan sebagai denominator umum terbesar yang ditunjukan oleh set molekul yang aktif. Definisi ini menghilangkan kesalahan yang sering ditemukan pad

Mekanisme Efek Samping Obat : Imipramine

IMIPRAMIN : Obat Antidepresan Gambar 1. Imipramine Imipramin adalah antidepresan dari golongan trisiksik pertama yang dikembangkan pada tahun 1950 dan mulai tahun 1957 secara klinik mulai digunakan dalam terapi. Merupakan suatu senyawa derivat dari dibenzazepin yang karena struktur kimianya disebut sebagai antidepresi trisiklik. Obat ini paling banyak digunakan untuk terapi depresi dan dianggap sebagai pengganti penghambat MAO (Monoamin Oksidase) yang tidak banyak digunakan lagi. Perbaikan berwujud sebagai perbaikan suasana (mood), bertambahnya aktivitas fisik, kewaspadaan mental, perbaikan nafsu makan, dan pola tidur yang lebih baik. Indikasi: Depresi, nocturnal enuresis pada anak. Tatalaksana nyeri kronik pada orang dewasa, profilaksis nyeri kepala vaskuler, cluster headhe, dan insomnia. Efek Samping : Imipramin merupakan obat yang relatif aman, efektif dan efek yang kurang sedatif, namun imipramin memiliki efek samping antimuskarinik (mulut kering, pandangan kabur,